BELANDA DATANG KEMBALI! Bagaimana Cara Mempertahankan Kemerdekaan?


Seperti yang kita ketahui, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Namun, ‘kemerdekaan’ bagi Indonesia tidak langsung diperoleh begitu saja. Rakyat Indonesia masih harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya. Salah satu ancaman bagi bangsa Indonesia pasca kemerdekaan datang dari Belanda yang ingin menduduki wilayah Indonesia kembali. Oleh karena itu, pada artikel ini saya akan membahas berbagai peristiwa yang terjadi antara Belanda dan Indonesia setelah Indonesia merdeka.

A. Kembalinya Belanda ke Indonesia
Gambar terkait    Hasil gambar untuk afnei indonesia christison
Sesuai dengan perjanjian Wina pada 1942, negara-negara sekutu bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Berdasarkan Civil Affairs Agreement, yaitu perundingan Belanda dengan Inggris yang berisi tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.
Saat Perang Pasifik, Sekutu membagi Indonesia menjadi 2 daerah operasi. Sumatra sebagai daerah South East Asia Command (SEAC) yang dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mountbatten. Jawa dan Indonesia bagian timur sebagai daerah South West Pacific Command (SWPC) dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur. Setelah PD II di Eropa berakhir (Mei 1945) dengan menyerahnya Jerman, daerah operasi itu berubah. Dalam persetujuan Potsdam, diputuskan bahwa Seluruh wilayah Indonesia dijadikan daerah operasi SEAC. Daerah SEAC meliputi Burma (Myanmmar), Thailand, Indo-CIna, Semenanjung Malaya.
Pada 15 September 1945, tentara Inggris(sekutu) diwakilkan Laksamana Muda WR Patterson dan didampingi Van Der Plas, seorang Belanda yang mewakili Van Mook (pemimpin NICA) tiba di Jakarta. Mountbatten membentuk Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dipimpin LetJend Sir Philips Christison untuk Indonesia. Karena Jepang sudah menyerah, tugas AFNEI dialihkan ke tugas administratif.
Pada 29 September 1945, rombongan pertama AFNEI diangkut dengan kapal HMS Cumberland mendarat di Tanjung Priok, Jakarta. Kedatangan AFNEI disambut netral karena LetJend Sir Philips Christinson mengatakan tugas AFNEI hanya untuk membebaskan tawanan perang dan interniran, serta melucuti pasukan Jepang. Ia juga bermaksud mengadakan musyawarah dengan pemimpin RI yang kemudian dianggap sebagai pengakuan de facto terhadap RI.
Namun, NICA mempersenjatai kembali Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL) yang baru bebas dari tahanan Jepang. Semakin jelas bahwa NICA ingin mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Aksi terror dilakukan dengan memakai seragam sekutu hingga menyebabkan Presiden Soekarno dan Wapres Hatta dipindahkan ke Yogyakarta sampai 1949 dijadikan ibukota RI.
Lalu, Indonesia menilai AFNEI hanya melindungi Belanda. Oleh karena itu, terjadilah berbagai bentrokan bersenjata dan perundingan oleh pemerintah Indonesia dan Belanda.

B. Perjuangan dengan Kekuatan Senjata
1. Pertempuran Medan Area
Tokoh: Teuku M. Hassan, Achmad Tahir, TED Kelly
Tanggal: 10 Desember 1945
Sebab: Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.
Ulah seorang penghuni hotel (pasukan NICA) yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih.
Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu
Hasil akhir: Terjadi perundingan pada 10 Maret 1947 yang menghasilkan kesepakatan yang merugikan Indonesia, yaitu kota Medan jatuh ke tangan pasukan sekutu. Pada 14 Maret 1947 dipasanglah demarkasi yang membagi antara kekuasaan sekutu dan indonesia. Namun perundingan tersebut tidak berjalan lancar terkait garis demarkasi tersebut. Sehingga akhirnya pihak Belanda melaksanakan Agresi Militer I di wilayah Medan dan sekitarnya.

2. Pertempuran Ambarawa
Tokoh: Letkol Sarbini, Kol. Isdiman, Kol. Soedirman
Tanggal: 12-15 Desember 1945
Sebab: Tentara sekutu mendarat di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945 dipimpin brigjen Bethel dan diboncengi tentara NICA dengan tujuan untuk membebaskan para tawanan. Saat sekutu dan NICA membebaskan tawanan tentara belanda, para tawanan justru dipersenjatai
Hasil akhir: Pasukan TKR yang dipimpin Kolonel Soedirman berhasil merebut benteng pertahanan sekutu. Keberhasilan ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa

3. Pertempuran Surabaya
Tokoh: Bung Tomo
Tanggal: 10 November 1945
Sebab: - Perobekan warna biru pada bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) menjadi Bendera Indonesia (Merah-Putih) di tiang Hotel Yamato
             - Kematian BrigJend AWS Mallaby dan kemudian mengeluarkan ultimatum kpd Indonesia untuk menyerahkan senjata
Hasil akhir: Rakyat Surabaya menolak ultimatum tsb dan berjuang hingga titik darah penghabisan

4. Peristiwa Merah Putih di Manado
Tokoh: Taulu, Dr. Sam Ratulangi
Tanggal: 14 Februari 1946
Sebab: Sekutu diboncengi NICA datang dan melarang pengibaran bendera merah putih di seluruh wilayah Minahasa
Hasil akhir: Pada tanggal 16 Februari 1946, dikeluarkan selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia.

5. Pertempuran di Bandung (Bandung Lautan Api)
Tokoh: Muhammad Toha
Tanggal: 23 Maret 1946
Sebab: Penolakan ultimatum sekutu agar rakyat mengosongkan Bandung utara
Hasil akhir: Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar sekutu tdk dpt menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer

6. Puputan Margarana
Tokoh: I Gusti Ngurah Rai
Tanggal: 20 November 1946
Sebab: -   Berdasarkan perjanjian Linggarjati, Bali tidak termasuk dalam wilayah RI
·         I Gusti Ngurah Rai menolak ajakan Belanda untuk membentuk negara Indonesia Timur
Hasil akhir: Kematian seluruh pasukan I Gusti Ngurah Rai dan Belanda sukses mendirikan Negara Indonesia Timur.
7. Peristiwa Westerling (Pertempuran Makassar)
Tokoh: Raymond Westerling, Rivai, Paersi
Tanggal: 7-25 Desember 1946
Sebab: Westerling ingin menumpas rakyat Makassar yang menentang pembentukan Negara Indonesia Timur
Hasil akhir: 40.000 rakyat sipil tak berdosa dibunuh pasukan Westerling

8. Agresi Militer Belanda I
Tanggal: 21 Jul 1947 – 4 Agt 1947
Tempat: Jawa
Sebab: Belanda melanggar Perjanjian Linggajati dan berhasil merebut sebagian Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
Hasil akhir: Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK PBB mendesak Indonesia dan Belanda untuk mengadakan gencatan senjata. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan senjata.

9. Agresi Militer Belanda II
Tanggal: 19 Des 1948 – 20 Des 1948
Tempat: Jawa dan Sumatera
Sebab: secara sepihak Belanda menyatakan tidak terikat kepada perjanjian Renvile
Hasil akhir: Rasa simpati dunia internasional yang mendesak agar Pemerintah RI segera dikembalikan ke Yogyakarta, dan pasukan Belanda segera ditarik mundur dari Indonesia. Karena tekanan politik dan militer itulah akhirnya Belanda mau menerima perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.

10. Serangan Umum 1 Maret 1949
Tokoh: Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Letkol Soeharto
Tanggal: 1 Maret 1949
Tempat: Yogyakarta
Sebab: ingin merebut kembali Yogyakarta&membuktikan bahwa Indonesia masih ada
Hasil akhir: Kemenangan strategis Indonesia dan kemenangan taktis Belanda
C. Perjuangan dengan Diplomasi
1. Perundingan Linggarjati
Hasil gambar untuk perundingan linggarjati
Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Padahal Indonesia telah mendeklarasikan kemerdekaannya. Sehingga Inggris mempertemukan Belanda dan Indonesia untuk mengadakan perundingan.
Perjanjian Linggarjati ditandatangani pada 25 Maret 1947 antara kedua belah pihak. Isi perjanjian linggarjati:
·         Belanda mengakui de facto wilayah RI, yaitu Jawa, Sumatera, Madura
·         Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949
·         Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
·         Negara Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perundingan ini terjadi di Pulau Jawa Barat. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir sedangkan Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn, Van Poll, dan De Boer

2. Perundingan Renville
DK PBB mengeluarkan resolusi untuk menyelesaikan konflik Belanda dan RI pada 25 Agustus 1947 yang diusulkan oleh AS. Lalu, dibentuk Komisi 3 Negara terdiri dari Australia (Richard Kirby) pilihan Indonesia, Belgia (Paul Van Zeeland) pilihan Belanda dan AS (Frank Graham)
Kemudian secara sepihak, pada tanggal 29 Agustus 1947 Belanda mengeluarkan batas wilayah antara Belanda dan RI. Batas wilayah diumumkan oleh Van Mook, wilayah Republik Indonesia hanya terdiri dari 1/3 Pulau Jawa dan beberapa pulau di Sumatra. Dari hal ini lah kemudian muncul sebuah perundingan untuk memecahkan masalah melalui Perjanjian Renville.
Perundingan Renville dimulai pada 8 Desember 1947 dan yg hadir sbb:
·         Delegasi Indonesia
Ketua : Amir Syarifudin
Anggota lain :  Haji Agus Salim, Dr. Coatik Len, Dr. Leimena,  Nasrun dan Ali Sastroamijoyo.
·         Delegasi Belanda
Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
Anggota lain : Dr.P.J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, dan Mr Van Vredenburg.
·         Delegasi Komisi Tiga Negara
Ketua : Frank Graham
Anggota lain : Richard Kirby dan P. Van Zeeland.
Isi Perundingan Renville:
Ø  Belanda tetap berdaulat atas wilayah RI sampai kedaulatannya diserahkan kepada RIS yang segera di bentuk.
Ø  RIS sejajar dengan Belanda dalam Uni Indonesia – Belanda.
Ø  Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
Ø  Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah Kantong (Daerah yang berada dibelakang garis Van Mook) harus ditarik ke wilayah RI.
Ø  Adanya penghentian tembak-menembak disepanjang garis van mook.
Ø  Penghentian tembak-menembak dikuti dengan peletakkan senjata dan pembentukan daerah kosong militer.
Perjanjian Renville menempatkan RI pada kedudukan yang sangat sulit. Wilayah Indonesia semakin sempit karena pendudukan Belanda. Dan dipersulit dengan adanya blokade yang dilancarkan Belanda.

3. Perundingan Roem-Royen
Hasil gambar untuk perundingan roem royen
Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta&Agresi Militer Belanda II. Ditambah adanya penahanan pemimpin Indonesia mulai mengundang kecaman dari dunia internasional terutama dari Amerika Serikat dan Dewan PBB. Tekanan dari luar negeri membuat perlunya dilakukan perundingan Indonesia dan Belanda. Maka, dilakukan perundingan Roem Royen mulai 14 April-7 Mei 1949 di Jakarta.
DK PBB membentuk UNCI untuk memperlancar penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. UNCI dipimpin Merle Cochran mempertemukan 2 pihak di meja perundingan pada 7 Mei 1949. Indonesia diwakili Mr. Moh Royem dan Belanda diwakili Dr. J.H. Van Royen.
Perjanjian Roem-Royen berisi:
a.    Pernyataan Republik Indonesia
-       Bersedia memerintahkan “seluruh pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya
-       Bersedia bekerja sama dlm menjaga ketertiban, keamanan, perdamaian
-       Turut serta dlm KMB di Den Haag untuk mempercepat penyerahan kedaulatan kpd Negara Indonesia Serikat tanpa syarat
b.    Pernyataan Belanda
-       Menghentikan aksi militernya dan membebaskan para tahanan politik
-       Menyetujui kembalinya Pemerintahan RI ke Yogyakarta
-       Menyetujui RI sbg bagian dari negara Indonesia Serikat
-       Berusaha menyelenggarakan KMB
Sebagai akibat perjanjian Roem – Royen maka diadakan tindakan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :
- Belanda harus meninggalkan Yogyakarta
- PDRI mengembalikan mandatnya kepada pemerintah RI di Yogyakarta
- TNI kembali ke Yogyakarta
- Panglima Soedirman kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949
Pada 6 Juli 1949, Soekarno-Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan Belanda ke Bangka sejak AM Belanda II. Dengan demikian, pendudukan Belanda atas Yogyakarta sejak 19 Desember 1948 (AM Belanda II) berakhir

Kesimpulan:
            Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya ditempuh dengan kekuatan senjata maupun cara diplomasi. Cara tersebut memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus lebih menghormati jasa para pahlawan yang sudah berkorban demi kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Apalagi di era globalisasi seperti ini, ‘penjajahan’ lebih mudah terjadi dalam berbagai bidang yang tak kasat mata. Oleh karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan rasa nasionalisme dan lebih cerdas untuk melawan penjajahan terhadap budaya-budaya Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Konflik Asia Tenggara (Kamboja)

Si Monyet dan Si Rubah